Langsung ke konten utama

ASPEK YANG MEMPENGARUHI DAN KONTRIBUSI NEGATIF STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN “MARS” TERHADAP JOB SATISFACTION KARYAWAN: Study Case


ASPEK YANG MEMPENGARUHI DAN KONTRIBUSI NEGATIF STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN “MARS” TERHADAP JOB SATISFACTION KARYAWAN: Study Case
Marianto Linggom H. Sihombing


Abstrak
Job satisfaction atau tingkat kepuasan kerja merupakan persoalan yang umum terjadi dalam suatu organisasi dan setiap organisasi akan selalu berproses untuk mewujudkan versi terbaik dari organisasi tersebut lewat realisasi pencapaian goals dan peningkatan kebahagian para anggotanya. Kepuasan karyawan dalam suatu perusahaan terjadi ketika target karyawan sebagai pribadi maupun anggota tim tercapai dan kebutuhan-kebutuhan individunya dipenuhi oleh perusahaan. Namun pada prakteknya, masih banyak perusahaan yang terus berkutat dalam mengatasi permasahan kepuasan kerja. Beragam aspek dari berbagai latar karyawan menjadi penyebab permasalahan job satisfaction di lingkungan kerja suatu perusahaan seperti halnya yang terjadi di perusahaan “MARS”. Berdasarkan interview offline dengan menggunakan media sosial whatsapp yang dilakukan kepada beberapa karyawan lintas divisi, dapat digarisbawahi bahwa terdapat beberapa aspek yang menjadi alasan yang paling banyak karyawan merasa kurang puas, seperti gaji dan benefit, kenaikan level, pengangkatan karyawan tetap dan training hard skill. Pada aspek pertama sedikit unik dimana gaji dan benefit menjadi faktor yang paling banyak dipilih karyawan yang berada di head office, akan tetapi faktor ini tidak merupakan aspek yang menimbulkan ketidakpuasan bagi karyawan yang bertugas di lapangan. Hal ini mengindikasikan adanya gap yang significant antara gaji dan benefit penugasan di head office dan penugasan di site project. Sementara untuk aspek yang lainnya hampir merata menjadi aspek yang menyebabkan ketidakpuasan karyawan baik yang bertugas di head office maupun di site project. Kondisi ini sangat perlu diketahui dan ditindaklanjutin oleh management sehingga bisa dicarikan solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk meminimalkan impact yang dapat mempengaruhi performa perusahaan. Mencari solusi yang optimal dengan mempertimbangkan faktor kondisi perekonomian saat ini, proyeksi pertumbuhan perusahaan, kebijakan perusahaan dan strategi di masa yang akan datang perlu dilakukan in parallel dengan komunikasi dua arah kepada para karyawan, sehingga problem job satisfaction bisa ditekan seminimal mungkin.

1.      Introduction
1.1  Introduction
Study case ini mengangkat topik permasalahan job satisfaction karyawan di tempat kerja, kemudian aspek-aspek yang menyebabkan timbulnya job dissatisfaction dimana fenomena ini tampak relevant dengan teori Maslow’s Needs Hierarchy dan juga teory X dan Y. Disini juga dijelaskan adanya constrain dalam organisasi itu sendiri yang berkontribusi terhadap kegagalan penyelesaian job dissatisfaction dimana tardapat relevansi dengan type struktur organisasi yang dianut. Study case ini selain berbasis pada data pengamatan di masa lampau juga menggunakan beberapa data hasil interview offline dengan menggunakan media social whatsapp secara random untuk memperkuat pembahasan topik ini. Data interview offline secara random mewakili beberapa karyawan dengan lama bekerja berkisar antara 2-10 tahun, karyawan kontrak, PKWTT dan karyawan tetap, serta karyawan yang bertugas di head office dan site project, divisi engineering dan divisi construction management. Adapun prilaku job satisfaction karyawan tentu bersifat relative dan bukan mono aspek, dimana ada karyawan yang merasakan ketidakpuasan dalam satu aspek namun merasa sangat puas pada aspek lain. Dua data basis study case yang dijelaskan di atas, masih merepresentasikan kondisi yang sama dimana berdasarkan pengamatan lama, job dissatisfaction dirasakan oleh beberapa karyawan karena beberapa aspek meliputi kenaikan gaji dan benefit, kenaikan level, pengangkatan karyawan tetap dan training pengembangan hard skill. Data yang diperoleh dari interview offline ternyata memberikan hasil yang sama dari para karyawan lintas latar, dimana para karyawan merasakan ketidakpuasan timbul akibat kenaikan gaji dan benefit, kenaikan level, dan pengangkatan karyawan tetap.
1.2  Aspek Utama Penyebab Ketidakpuasan
Berdasarkan data yang yang diperoleh dari interview offline dengan menggunakan media social whatsapp, dari 10 orang yang diinterview dapat disimpulkan bahwa aspek terbanyak yang menjadi penyebab ketidakpuasan karyawan adalah sebagai berikut:
§  Gaji dan benefit
§  Kenaikan level
§  Pengangkatan karyawan tetap
§  Training hard skill
Tiga aspek pertama di atas merupakan aspek yang paling banyak dikeluhkan oleh karyawan, dimana frequency ketiga aspek ini relative satu sama lain jika dibandingkan antara karyawan di head office dan karyawan di site project.
1.3  Respon Management
Ketidakhadiran top management dalam mewujudkan dan memenuhi mimpi dan kebutuhan para karyawan, akan meninggalkan banyak persoalan yang kadang tidak tampak di permukaan namun berdampak negative terhadap karyawan dan akan menggerogoti perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keadaan ini sering terjadi dikarenakan banyak leader yang tidak melakukan tracking secara berkala terhadap empat kunci prilaku karyawan dalam workplace, meliputi komitmen organisasi, employee engagement, perceived organization support dan job satisfaction. Dengan melakukan tracking berkala terhadap empat prilaku ini akan memberikan feedback kepada top management dalam dua fungsi. Yang pertama hasil tracking ini menunjukkan outcome penting dimana top management dapat memperbaiki secara langsung. Yang kedua hasil pengukuran akan memicu pada outcome lain yang significant dimana manager seharusnya dapat melakukan perbaikan awal sebisa mungkin. Keempat prilaku kunci di tempat kerja, di dalam kerangka kerja organisasi merupakan output yang merupakan kontribusi input dan proses dimana input meliputi faktor person seperti values, personal attitudes dan intention serta faktor situasi. Sementara proses meliputi proses yang terjadi pada karyawan di tempat kerja, baik di level pribadi, level tim/group dan level organisasi. Sebagaimana dijelaskan di atas, ketika output bisa ditangkap oleh top management dengan baik, mereka akan segera membenahi input dan proses sehingga akan didapatkan output yang pada akhirnya mewujudkan positive organisasi.
2.      Literature Review
2.1  Introduction
Bagian ini membahas teori tentang job satisfaction attitudes di tempat kerja yang berkaitan dengan studi kasus yang dibahas. Literasi yang dijelaskan oleh Kinicki dan Fugate dalam bukunya “Organization Behavior”, serta beberapa artikel yang ditulis oleh penulis lain digunakan sebagai basis untuk melihat case ini dari perspektif yang berbeda. Dalam pembahasan akan dijelaskan juga tentang beberapa teori motivasi yang relevan dengan case ini dan opini penulis yang melihat bahwa salah satu kendala yang berkontribusi terhadap sulitnya follow-up dan penyelesaian problem job dissatisfaction yang dihadapi oleh management adalah structure organisasi yang berlaku di perusahaan “MARS”.
2.2  Job Satisfaction
Job satisfaction merupakan salah satu workplace attitudes yang sangat berpengaruh terhadap performa organisasi atau perusahaan baik ke dalam maupun ke luar atau stakeholder. Prilaku ini merupakan kontribusi dari aspek personal values, personal attitudes dan intention serta aspek situasi yang dapat mempengaruhi personal tersebut. Values merupakan nilai-nilai yang ideal yang membimbing pikiran dan sikap seseorang dalam menyikapi berbagai macam situasi. Sebagai pribadi atau karwayan, ada dua alasan penting untuk memahami bagaimana values yang kita anut mempengaruhi prilaku kita, yaitu:
§  Values akan mempengaruhi sikap dan tidakan kita dalam berbagai situasi sehingga akan membantu kita menjadi self-managed seperti menentukan keputusan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi dan ketertarikan, memilih perusahaan yang memiliki kesamaan nilai dengan nilai yang kita anut, sehingga menjadi input yang sesuai untuk perusahaan
§  Orang bisa menjadi model yang effective dalam mempengaruhi sikap dan prilaku orang lain ke arah nilai-nilai yang kita miliki.
Job satisfaction atau kepuasan kerja menunjukkan output dari hubungan dua arah antara karyawan dengan perusahaan. Dalam suatu perusahaan job satisfaction yang negatif, akan berdampak pada performa jangka pendek, jangka panjang dan juga akan menimbulkan multiple impact (menurunnya revenue perusahaan). Kondisi ekonomi yang berdampak pada meningkatnya tuntutan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan, serta faktor lapangan kerja yang dinamis, sering menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasaan kerja tentu akan merugikan karyawan dan perusahaan itu sendiri karena keinginan dan target kedua belah pihak menjadi tidak align. Kinicki & Fugate menjelaskan bahwa kepuasan kerja merefleksikan keadaan dimana seorang karyawan menyukai pekerjaannya. Secara formal job satisfaction didefinisikan sebagai suatu respon emosional atau affective terhadap beragam aspek dalam lingkungan kerja.
Dari hasil interview offline dijelaskan di atas, aspek penyebab ketidakpuasan yang paling banyak diungkapkan adalah gaji dan benefit, kenaikan level, pengangkatan karyawan tetap dan training hard skill. Sementara aspek yang menimbulkan rasa puas paling banyak meliputi suasana kerja yang penuh kekeluargaan dan juga iklim kerja yang kondusif. Berdasarkan kondisi ini, dua aspek yang menimbulkan rasa puas bagi karyawan baik di head office maupun di site project dapat diasumsikan sebagai aspek yang sangat positif mengingat angka turnover yang tidak besar. Untuk aspek yang menyebabkan ketidakpuasaan, karyawan yang sedang dalam penugasan ke site project berbeda dengan karyawan yang sedang bertugas di head office dimana paling tinggi disebabkan oleh kenaikan level dan pengangkatan karyawan tetap sedangkan karyawan di head office ketidakpuasaan disebabkan paling tinggi oleh gaji dan benefit, kenaikan level dan pengangkatan karyawan tetap.
2.3  Aspek Ketidakpuasan dari Perspective Teori Motivasi
Dari uraian di atas, diperoleh beberapa point penting yang menjelaskan bahwa perbedaan lingkungan kerja sangat mempengaruhi aspek yang menimbulkan ketidakpuasan namun relative sama terhadap aspek yang menimbulkan kepuasan. Ketidakpuasan dari sisi gaji dan benefit karyawan di head office namun tidak dirasakan oleh karyawan yang bertugas di site project kemungkinan disebabkan oleh system penggajian yang berbeda antara karyawan yang bertugas di Head Office dan yang bertugas di lapangan. Fenomena ini sangat relevant dengan teori Maslow yang dikenal dengan Maslow’s Need Hierarchy Theory, yang menjelaskan bahwa motivasi merupakan fungsi dari lima kebutuhan dasar, meliputi physiological, safety, love, esteem dan self-actuation. Fenomena di atas menunjukkan teori di atas masih relevan dimana sebagian karyawan di head office masih belum lepas dari masalah basic needs sedangkan karyawan yang bertugas di lapangan, mereka cenderung puas dengan gaji dan benefit namun tidak puas terhadap aspek kenaikan level maupun pengangkatan karyawan tetap. Point penting lain yang dapat diperoleh dari gambaran di atas adalah bahwa jelas secara general persoalan job satisfaction yang dialami oleh para karyawan berfocus pada aspek gaji dan benefit, kenaikan level dan pengangkata karyawan tetap. Di sisi lain, tidak semua karyawan yang mengalami aspek ketidakpuasan seperti dijelaskan di atas. Hal ini kemungkinan karena aspek tersebut sudah terpenuhi atau karyawan tersebut berada dalam prilaku seperti yang dijelaskan oleh teori Y. McGregor dalam teorinya yang dikenal dengan teori X dan Y memformulasikan asumsi-asumsi yang berbeda kontras tentang sifat manusia dalam hal ini dalam dunia kerja. Teori Y menggambarkan suatu asumsi tentang prilaku modern dan positive pekerja di tempat kerja, dimana mereka ini merupakan orang-orang yang self-engagement, berkomitmen, bertanggung jawab dan kreatif. Jika teori ini dikaitkan dengan empat prilaku kunci karyawan di tempat kerja, teori ini boleh disebut sebagai formulasi asumsi-asumsi dimana keempat prilaku utama karyawan di tempat kerja dalam level yang positif/tinggi. Beberapa studi yang dilakukan terkait teori McGregor menjelaskan bahwa karyawan dan tim dalam perusahaan cenderung mempunyai performa yang lebih tinggi ketika para manager menunjukkan prilaku teori Y. Kemudian juga dijelaskan bahwa karyawan memiliki level kepuasaan kerja dan komitmen terhapat organisasi ketika melihat para manager terlibat dalam prilaku teori Y. berdasarkan hasil studi di atas, langkah cepat dan langsung yang dapat dilakukan dalam mengatasi problem ketidakpuasan kerja karyawan adalah dengan mendorong karyawan ke arah teori Y dengan mendorong para leader dan manager untuk terlebih dahulu menerapkan teori Y atau menjadi role model.
2.4  Feedback
Hal yang paling penting bagi top management adalah bagaimana mereka dan para level leader dapat melihat issue job satisfaction pada waktu yang tepat dengan melakukan pengukuran dan evaluasi secara berkala dan juga memastikan hasil pengukuran tersebut mencerminkan kondisi karyawan secara keseluruhan. Sangat penting bagi management dan para leader untuk mengetahui apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh karyawannya supaya mereka dapat focus pada pekerjaan dan menghasilkan performa yang positif.

Figure 1 Organization Framework
Kerangka kerja pada gambar di atas, menjelaskan bahwa output seperti job satisfaction yang diperoleh pada level individu, group maupun organisasi sebagai kontribusi dari input dan proses harus dilakukan evaluasi sebagai bagian dari continuous improvement. Selanjutnya dihasilkan feedback yang berfungsi sebagai panduan untuk perbaikan di sisi input dan proses. Sebagai langkah awal, management dapat menganalisis aspek-aspek ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan dan melihat kondisi perusahaan terkini, apakah kondisi ini sudah berimplikasi terhadap kinerja pribadi, proyek, divisi dan perusahaan. Sebagai panduan untuk melihat implikasi dari job satisfaction terhadap perusahaan, berikut dijelaskan dampak dari job satisfaction berdasarkan berbagai studi meliputi:
§  Tingginya turnover – Angka resign karyawan yang tinggi akan berimplikasi kepada cost yang tinggi untuk merekrut karyawan baru. Namun pada kenyataannya jika kondisi job dissatisfaction karyawan tidak diatasi, maka turnover akan terus berlangsung dimana selain berdampak ke cost juga akan berdampak pada pembentukan organisasi yang sustainable
§  Productivity – Karyawan yang merasakan job dissatisfaction akan berdampak pada produktifitas yang menurun dan menjadi kurang aware dengan target yang harus dia capai
§  ProfitJob dissatisfaction juga akan mempengaruhi profit perusahaan. Produktifitas yang rendah akan berdampak pada schedule yang tidak tepat waktu, milestone yang mundur, cash flow yang negative dan akan berujung pada tergerusnya profit perusahaan.
§  Loyalty – karyawan yang merasakan bahwa perusahaan memberikan yang terbaik kepadanya cenderung lebih memahami dan berusahan menjalankan nilai-nilai yang dianut perusahaan. Mereka juga cenderung tergerak secara sukarela memposisikan diri sebagai agen perubahan, yang memberikan teladan bagi karyawan lain.
Fenomena lain yang muncul di lingkungan kerja, problem job dissatisfaction menyebabkan karyawan menjadi out-group. Hal ini dapat berdampak pada kurangnya komitmen terhadap misi-visi dan objective dari organisasi ataupun group/tim.
Fakta lain yang ditemukan di perusahaan MARS, bahwa system turut berkontribusi terhadap minimnya pengukuran dan follow-up dari job satisfaction oleh top management. System yang dimaksud disini adalah struktur organisasi yang berlaku yaitu kombinasi dari struktur divisi dan struktur horizontal atau dikenal dengan struktur matrix. Karyawan yang bertugas di project tertentu baik di head office ataupun di site project akan bertanggung jawab kepada dua pimpinan sekaligus, yaitu kepada SVP/VP divisi terkait dan kepada project manager di project terkait. Disini sering terjadi atasan langsung karyawan (project manager) lebih memposisikan diri sesuai dengan project manager job rule dan kurang memberi perhatian terhadap ekspektasi dan karir masing-masing bawahan. Project manager yang daily basis memonitor performa masing-masing personel, seharusnya turut pro-aktif dalam memantau kebutuhan dan karir karyawan termasuk job satisfaction para karyawan selama bertugas di project tersebut dan aktif melakukan komunikasi dan koordinasi dengan para top management maupun dengan human capital di head office.
Job dissatisfaction yang disebabkan oleh aspek gaji dan benefit, kenaikan level dan pengangkatan karyawan tetap tentu bukan perkara yang mudah bagi perusahaan, karena selain requirement seperti pencapaian KPI personal dan organisasi, aspek ini juga sangat bergantung pada kondisi dan kemampuan perusahaan. Akan tetapi dengan pengukuran job satisfaction yang dilakukan tepat waktu, top management dapat melakukan langkah-langkah berikut:
1.             Antisipasi awal termasuk komunikasi dua arah untuk mendengarkan keluhan karyawan, menjelaskan kondisi aktual perusahaan dan menjelaskan upaya yang akan dilakukan perusahaan terkait dengan issue tersebut
2.             Menghindari komunikasi yang tujuannya hanya untuk meredam kondisi yang kurang kondusif seperti memberikan janji-janji yang tidak konsisten
3.             Menghindari tindakan seolah-olah sudah berusaha namun pada kenyataanya tidak berbuat apa-apa
4.             Melihat dengan jelas sejauh mana kondisi seperti tersebut dapat dibiarkan tanpa berdampak significant terhadap perusahaan
5.             Melakukan evaluasi terhadap policy perusahaan apakah masih relevant dengan kondisi saat ini
6.             Memposisikan setiap karyawan sebagai talent—talent yang merupakan asset perusahaan sehingga kepuasan kerja karyawan menjadi concerns dari perusahaan

DAFTAR PUSTAKA

Kinicki, Angelo and Fugate, Mel. Organizational Behavior. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill Education 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MECHANICAL COMPLETION (MC) AND PRE-COMMISSIONING (PC)

SAMUR Project - Urea Plant and Urea Bulk Storage           Dalam suatu project EPCC, terminology MC dan PC , baik dua-duanya ataupun salah satu digunakan untuk menjelaskan suatu tahapan transisi dari fase construction ke fase commissioning, namun pengertian kedua terminology ini selalu bervariasi mengikuti philosophy suatu perusahaan pemilik project (owner) maupun type suatu project.             Secara umum beberapa project owner dan typical project tertentu menggunakan terminology MC sebagai suatu milestone/pencapaian project dimana construction dan pre-commissioning telah diselesaikan dengan complete (termasuk closing punch list “category must be done before commissioning) sesuai dengan drawing dan project specification, namun ada juga project owner dan typical project tertentu yang menggunakan terminology MC sebagai suatu tahapan mempersiapkan plant dari fase construction ke fa...

Lube Oil Flushing

1.       T ujuan Tujuan lube oil flushing adalah membersihkan karat, kerak akibat pengelasan, welding spatter, oil/grease sisa material preservasi dan kontaminan lainnya dari dalam pipa dan peralatan lube oil system. Banyak case dalam project EPC dimana pekerjaan lube oil flushing berlangsung sangat lama sehingga schedule telat dan menghambat kegiatan pre-comm/comm selanjutnya dimana hanya bisa dilakukan jika lube oil flushing selesai (solorun, running test, dll). Case yang lain adalah lube oil flushing fail yang menyebabkan kegagalan pada peralatan rotating setelah running. Delay dan kegagalan lube oil flushing sering diasumsikan sebagai kontribusi dari persiapan dan metode yang kurang tepat tanpa mengkonsider faktor lain yaitu tahapan-tahapan sebelumnya yang sangat mempengaruhi hasil dari lube oil flushing. Bahkan pengalaman dari suatu project yang sedang berlangsung saat ini, lube oil flushing dengan metode dan persiapan yang proper sekalipun, pe...

Pre-commissioning Overview

          Pre-commissioning adalah tahapan mempersiapkan system-system ataupun sub-system ataupun peralatan mekanik secara individual dalam suatu konstruksi pabrik/kilang meliputi cleaning, individual testing, leak test, purging, punch list and punch killing, preservation, untuk siap diuji secara systematis pada tahap commissioning maupun start-up.           Kegiatan persiapan ini meliputi preparation , execution, monitoring dan closing dimana produk akhir dari kegiatan ini adalah deliverable berupa system yang  firm dengan design dan drawing yang RFC (ready for commissioning), verified PID maupun dokumen-dokumen report/inspection untuk setiap kegiatan sebagai dokumen persayaratan system handover           Kegiatan pre-commissioning pada chemical/process plant yang sejenis pada umumnya sama namun masing -masing project selalu mempunyai tantangannya tersendi...